KERAJAAN SRIWIJAYA
Gambar 5. Peta kekuasaan Sriwijaya |
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan
Buddha, menurut sumber berita Cina yang ditulis oleh I-Tsing dinyatakan bahwa
Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 M, didirikan oleh Dapunta Hyang.
Berdasarkan Prasasti Ligor, pusat pemerintahan Sriwijaya di Muara Takus, yang
kemudian dipindahkan ke Palembang.
A.
Sumber
Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang dapat digunakan untuk mengetahui kerajaan
Sriwijaya, antara lain sebagai berikut:
1. Berita-berita
dari Cina, India, dan Arab.
Gambar 6. Prasasti Kedukan Bukit |
2. Prasasti
ditemukan dalam negeri
a. Prasasti
Kedukan Bukit (605 S/683 M) di Palembang.
b. Prasasti
Talang Tuo (606 S/684 M) di sebelah barat Palembang.
c. Prasasti
Kota Kapur (608 S/686 M) di Bangka.
d. Prasasti
Karang Birahi (608 S/686 M) di Jambi.
e. Prasasti
Telaga Batu di Pelembang.
f. Prasasti
Palas Pasemah di Pasemah (akhir abad ke-7 M).
3.
Prasasti ditemukan di luar negeri.
a. Prasasti Ligor (679 S/775 M) di Ligor Semenanjung Malaya.
b. Prasasti Nalanda (abad ke-9 M) di Nalanda, India.
A.
Kehidupan
Politik
Gambar 7. Daerah Pengaruh Sriwijaya |
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan
terbesar pertama yang mendapat julukan sebagai kerajaan Nasional I. Sriwijaya
juga mendapat julukan Kerajaan Maritim disebabkan armada lautnya yang kuat
sehingga mampu menguasai dan mengontrol seluruh jalur perdagangan di Asia
Tenggara, baik yang melalui Selat Sunda, Malaka, Karimata, dan Tanah Genting
Kra. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang
berhasil memperluas wilayah Kerajaan Sriwijaya dari Minang sampai Jambi. Di
samping itu, Sriwijaya juga berhasil menguasai daerah Indonesia sebelah barat,
Semenanjung Melayu, dan bagian selatan Filipina. Oleh karena itu, Sriwijaya
disebut juga Kerajaan Thelasocrasi, yakni kerajaan yang berhasil
menguasai pulau-pulau di sekitarnya.
Kebesaran Sriwijaya didukung oleh letaknya
yang sangat strategis di jalur perdagangan, kemajuan pelayaran dan perdagangan
antara Cina dan India melalui Asia Tenggara, runtuhnya Kerajaan Funan di
Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk
berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan dan Sriwijaya mempunyai
kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara
dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
Raja-raja yang pernah memerintah di sana
hanya diketahui tiga nama saja. Sementara itu, bukti-bukti sejarah menunjukkan
Kerajaan Sriwijaya berusia cukup panjang, sejak abad ke-7 hingga abad ke-14.
Ketiga nama raja itu ialah Raja Dapunta Hyang, Raja Balaputradewa, dan Raja
Sanggrama Wijayattunggawarman. Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya
pada masa Balaputra Dewa. Raja ini mengadakan hubungan persahabatan dengan Raja
Dewapala Dewa dari India. Dalam Prasasti Nalanda disebutkan bahwa Raja Dewapala
Dewa menghadiahkan sebidang tanah untuk mendirikan sebuah biara untuk para
pendeta Sriwijaya yang belajar agama Buddha di India. Selain itu, dalam
Prasasti Nalanda juga disebutkan bahwa adanya silsilah Raja Balaputra Dewa dan
dengan tegas menunjukkan bahwa Raja Syailendra merupakan nenek moyangnya.
Pada akhir abad ke-13, Kerajaan
Sriwijaya mengalami kemunduran yang disebabkan oleh faktor geologis, yaitu
adanya pelumpuran Sungai Musi sehingga para pedagang tidak singgah lagi di
Sriwijaya, faktor politis, yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan Siam
membuat pertahanan Sriwijaya di sisi utara melemah dan perdagangan mengalami
kemunduran. Di sisi timur, kerajaan ini terdesak oleh Kerajaan Singasari yang
dipimpin Kertanegara. Akibat dari serangan ini, Melayu, Kalimantan, dan Pahang
lepas dari tangan Sriwijaya. Desakan lain datang dari Kerajaan Colamandala dan
Sriwijaya akhirnya benar-benar hancur karena diserang Majapahit dan faktor
ekonomi, yaitu menurunnya pendapatan Sriwijaya akibat lepasnya daerahdaerah
strategis untuk perdagangan ke tangan kerajaan-kerajaan lain.
B.
Kehidupan
Sosial Ekonomi
Sriwijaya berhasil menguasai Selat
Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan di Asia Tenggara sehingga menguasai
perdagangan nasional dan internasional. Hal ini didukung letaknya yang
strategis di jalur perdagangan India-Cina. Penguasaan Sriwijaya atas Selat
Malaka mempunyai arti penting terhadap perkembangannya sebagai kerajaan maritim
sebab banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air minum,
perbekalan makanan, dan melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya sebagai
pusat perdagangan mendapatkan keuntungan yang besar dari aktivitas itu.
Menurut Coedes, setelah Kerajaan Funan
runtuh, Sriwijaya berusaha menguasai wilayahnya agar dapat memperluas kawasan
perdagangannya. Untuk mengawasi kelancaran perdagangan dan pelayarannya,
Sriwijaya menguasai daerah Semenanjung Malaya, tepatnya di daerah Ligor. Adanya
hubungan perdagangan dengan Benggala dan Colamandala di India, lalu lintas
perdagangan Sriwijaya makin ramai. Ekspor Sriwijaya terdiri atas gading, kulit,
dan beberapa jenis binatang. Adapun impornya adalah sutra, permadani, dan
porselin.
C.
Kehidupan
Budaya dan Keagamaan
Gambar 8. Bandar Sriwijaya |
Dalam bidang agama, Kerajaan Sriwijaya
menjadi pusat agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama
Buddha yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu
tokohnya yang terkenal ialah Dharmakirti. Para peziarah agama Buddha sebelum ke
India harus tinggal di Sriwijaya. Di antaranya ialah I' Tsing. Sebelum menuju
ke India ia mempersiapkan diri dengan mempelajari bahasa Sanskerta selama enam
bulan (1671). Begitu pula ketika pulang dari India, ia tinggal selama empat
tahun (681–685) untuk menerjemahkan agama Buddha dari bahasa Sanskerta ke
bahasa Cina. Disamping itu juga ada pendeta dari Tibet, yang bernama Atica yang
datang dan tinggal di Sriwijaya selama 11 tahun (1011-1023) dalam rangka
belajar agama Buddha dari seorang guru besar Dharmakirti.
Warisan terpenting dari kerajaan
Sriwijaya adalah bahasa melayu. Bahasa ini menjadi bahasa yang berfungsi
sebagai penghubung yang digunakan diberbagai bandar dan pasar dikawasan
nusantara. Tersebar luasnya bahasa melayu kuno ini memuluskan jalan bagi bahasa
melayu sebagai bahasa nasional (bahasa Indonesia).