KERAJAAN MATARAM KUNO
Gambar 1. Peta kekuasaan Mataram Kuno |
Kerajaan Mataram Kuno
berdiri Pada abad ke-8 tepatnya pada tahun 717 M di pedalaman di Jawa Tengah dengan intinya sering
disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Sindoro, Gunung
Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini
juga dialiri oleh Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai
Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Di Bumi Mataram diperintah oleh dua
wangsa atau dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu (dibagian
utara), dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha (dibagian selatan). Dalam
hal pembuatan candi, kedua dinasti dapat bekerja sama, tetapi dibidang politik
terjadi perebutan kekuasaan.
A.
Kehidupan
politik
Pada
mulanya yang berkuasa di Mataram adalah Dinasti Sanjaya. Bukti adanya kerajaan
Mataram Kuno di Jawa Tengah dapat diketahui dari Prasasti Canggal yang
ditemukan di kaki Gunung Wukir, Magelang. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh
Raja Sanjaya dengan berangka tahun berbentuk candrasengkala berbunyi
srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka=732 M berhuruf Pallawa dan berbahasa
Sanskerta. Isi pokok Prasasti Canggal adalah pendirian sebuah lingga di Bukit
Stirangga buat keselamatan rakyatnya.
Petunjuk lainnya
yang menerangkan kehidupan politik Kerajaan Mataram dari Dinasi Sanjaya adalah
Prasasti Mantyasih. Prasasti yang berangka tahun 907 M ini memuat daftar
nama-nama Raja Mataram dari keturunan Sanjaya. Adapun nama-nama raja tersebut
ialah:
1. Sanjaya
(717-746 M)
2. Panangkaran
(746-784 M)
3. Panunggalan
(784-803 M)
4. Warak
(803-827 M)
5. Garung
(828-847 M)
|
6. Pikatan
(847-855 M)
7. Kayuwangi
(855-885 M)
8. Watuhumalam
(894-898 M)
9. Balitung
(898-913 M)
|
Dalam pemerintahan Dinasti Sanjaya
terdapat tiga jabatan penting. Terutama, pada masa Sri Maharaja Watukura Dyah
Balitung berkuasa, yaitu Rakryan i Hino, Rakryan i Halu, dan Rakryun i Sirikan.
Jabatan ini merupakan tritunggal yang susunannya berada di bawah raja secara
langsung. Keterangan ini diperoleh dari Prasasti Mantyasih (907 M).
Gambar 2. Hiasan candi Kalasan |
Dalam
prasasti Kalasan (778 M) diceritakan bahwa Rakai mendirikan candi Kalasan untuk
memuja Dewi Tara, istri Bodhisatwa Gautama, dan candi Sari untuk dijadikan
wihara bagi umat Buddha atas permintaan Raja Wisnu dari dinasti Syailendra. Ini
menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan raja ini datanglah dinasti Syailendra
dipimpin rajanya, Bhanu (yang kemudian digantikan Wisnu), dan menyerang wangsa
Sanjaya hingga melarikan diri ke Dieng, Wonosobo. Selain itu, Raja Panangkaran
juga dipaksa mengubah kepercayaannya dari Hindu ke Buddha. Setelah Panangkaran, Mataram terpecah menjadi Mataram Hindu dan Mataram
Buddha. Namun, pada tahun 850, Mataram kembali bersatu dengan menikahnya Rakai
Pikatan dan Pramodharwani, putri keluarga Syailendra. Adapun
penerus wangsa Sanjaya setelah Panangkaran tetap beragama Hindu. Dinasti
Syailendra tercatat dalam sejarah tidak lebih dari satu abad lamanya. Adapun
nama-nama raja yang dikenali dan pernah memerintah di sana, yaitu:
1. Bhanu
(752-775 M)
2. Wisnu
(775-782 M)
3. Indra
(782-812 M)
|
4. Samaratungga
(812-833 M)
5. Raja
Balaputradewa (833-856 M),
6. Ratu
Pramodhawardani (856 M).
|
Gambar 3. Candi Prambanan |
Di bawah pemerintahan putri
Smaratungga, yakni Pramodhawardani. Dinasti
Syailendra dan Sanjaya menjadi satu karena perkawinnya dengan Rakai Pikatan
yang kemudian membangun candi-candi Buddha dan Hindumisalnya, Candi Plaosan
yang merupakan candi Buddha dan Candi Prambanan yang merupakan candi Hindu yang
sangat megah. Dengan dibangunnya candi Hindu dan Buddha yang berdekatan
menggambarkan adanya kerukunan beragama di Bumi Mataram. Keterangan
ini diperoleh dari Prasasti Ratu Boko (856 M).
Pada tahun 856 terjadi perubahan besar
di Jawa Tengah, Balaputra Dewa (adik Pramodhawardani) yang pusat di pegunungan selatan yang terkenal dengan
Istana Ratu Boko berusaha untuk merebut kekuasaan. Namun, ia malah tersingkir
dari Jawa Tengah dan akhirnya melarikan diri ke Sumatra (menjadi raja di
Sriwijaya). Jawa Tengah kemudian sepenuhnya diperintah oleh Dinasti Sanjaya.
Raja terakhirnya Raja Wawa dan digantikan Empu Sendok yang kemudian memindahkan
pusat pemerintahannya ke Jawa Timur. Pemindahan ini berkaitan dengan
kekhawatiran adanya serangan-serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Keterangan ini
diperoleh dari Prasasti Mantyasih (907 M).
B.
Kehidupan
Sosial Ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu
pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit
untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat. Pada masa Raja
Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan lewat Sungai
Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) disebutkan bahwa desa-desa yang
terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus
menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.
C.
Kehidupan
Agama dan Kebudayaan
Gambar 4. Candi Borobudur |
Bumi
Mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sailendra. Dinasti Sanjaya
beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara. Hasil budayanya berupa
candi-candi, seperti Gedong Sanga dan Kompleks Candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti
Sailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan. Hasil
budayanya , seperti Candi Borobudur yang didirikan Smaratungga tahun 824,
Mendut, dan Pawon.
Semula terjadi perebutan kekuasan, namun
kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya)
beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Sailendra) beragama Buddha. Sejak itu
agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan
betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah
sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta
kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan.